Tjnews,Muara Bungo –(3/9/25) Suasana sejuk kembali terasa di Kabupaten Bungo setelah konflik rumah ibadah yang sempat mencuat akhirnya menemukan titik damai. Melalui dialog terbuka, semangat kebersamaan, dan sinergi banyak pihak, persoalan rumah ibadah Suku Nias berhasil diselesaikan tanpa gesekan berarti.
Pemerintah Kabupaten Bungo menegaskan komitmennya menjaga kerukunan antarumat beragama di tengah masyarakat yang majemuk. Sejumlah persoalan terkait pendirian maupun penggunaan rumah ibadah sebelumnya sempat menimbulkan keresahan. Namun berkat jalur musyawarah, ketegangan itu kini mendapatkan solusi yang bisa diterima semua pihak.
“Rumah ibadah seharusnya menjadi pusat kedamaian, bukan sumber konflik,” tegas Marwilisman, Sekretaris BPBD Kesbangpol Kabupaten Bungo. Ia menjelaskan, akar permasalahan biasanya muncul karena perbedaan persepsi mengenai izin, kurangnya komunikasi dengan warga sekitar, serta penyebaran informasi yang tidak utuh. “Itu sebabnya kami mendorong semua pihak menahan diri dan memilih jalan dialog.”
Langkah penyelesaian dilakukan secara sistematis. Pemerintah daerah merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 sebagai dasar hukum, sembari membuka ruang komunikasi antara tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak terkait. Tidak hanya itu, dunia usaha juga dilibatkan sebagai mitra yang memberi dukungan nyata dan berkesinambungan.
Pendekatan tersebut terbukti efektif. Melalui rangkaian pertemuan dan dialog yang berlangsung intensif, akhirnya dicapai titik temu. Rumah ibadah Suku Nias di Kabupaten Bungo, yang semula menuai penolakan di Kelurahan Sungai Binjai, Kecamatan Bathin III, kini telah ditetapkan berdiri di lokasi baru yang dianggap lebih layak dan tidak menimbulkan potensi konflik dengan warga sekitar.
“Pemerintah ingin memastikan setiap warga dapat beribadah dengan tenang, tanpa rasa khawatir. Karena itu, penyelesaian konflik rumah ibadah harus dilakukan secara adil, transparan, dan bermartabat,” lanjut Marwilisman.
Selain penyelesaian praktis, pemerintah daerah juga berkomitmen meningkatkan literasi masyarakat terkait toleransi dan kerukunan. Edukasi keagamaan, sosialisasi aturan pendirian rumah ibadah, hingga kampanye damai di tingkat akar rumput akan terus diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Hasil akhir dari proses ini memberi pesan penting: konflik bisa diselesaikan tanpa kekerasan. Dialog, keterbukaan hati, dan kebersamaan terbukti menjadi kunci. Dengan sinergi antara pemerintah, tokoh agama, masyarakat, serta dukungan dunia usaha, Kabupaten Bungo kembali meneguhkan dirinya sebagai daerah yang rukun dan damai.
“Ini bukan hanya penyelesaian sebuah konflik, tapi juga bukti bahwa kebersamaan lebih kuat dari perbedaan,” tutup Marwilisman.(*)